AIDS Mungkin Bisa Hilang Sepenuhnya 2030
Kematian yang disebabkan AIDS dan infeksi HIV baru telah berkurang sepertiga dalam sedekade terakhir. Ini menimbulkan harapan bahwa penyakit mematikan itu bisa diatasi hingga tahun 2030.
Menurut badan PBB yang mengurus AIDS, UNAIDS, jumlah kematian akibat AIDS berkurang dari 1,7 juta tahun 2012 menjadi 1,5 juta di tahun 2013. Itu adalah jumlah penurunan paling besar dalam setahun, sejak puncak epidemi tahun 2004 dan 2005. Dibanding jumlah kematian saat itu, sekarang sudah berkurang 35%.
Afrika tetap jadi benua yang penduduknya paling banyak menderita AIDS. Jumlah kematian tahun lalu sampai 1,1 juta orang. Sedangkan infeksi baru mencapai 1,5 juta dan 24,7 orang tertular HIV. Menurut UNAIDS, perjuangan harus berfokus pada 15 negara yang menjadi tempat merebaknya tiga perempat infeksi baru. Sembilan di antaranya di Afrika, yaitu Kamerun, Kenya, Mozambik, Nigeria, Afrika Selatan, Tanzania, Uganda, Zambia dan Zimbabwe. Tapi sorotan juga harus diarahkan ke Brasil, Cina, India, Indonesia, Rusia, dan Amerika Serikat.
Menurut UNAIDS, 35 juta orang hidup dengan virus itu tahun 2013, jadi meningkat dari 34,6 juta pada tahun sebelumnya. Masalahnya adalah, 19 juta orang tidak tahu bahwa mereka tertular HIV. Untuk bisa mengalahkan penyakit, pemeriksaan harus terbuka dan tersedia bagi lebih banyak orang lagi.
Penanganan kelompok orang yang paling terancam
Upaya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lebih fokus untuk menangani pria homoseksual, orang-orang yang berganti jenis kelamin, tahanan di penjara, pecandu narkoba serta pekerja seks. Mereka semua merupakan separuh dari jumlah terinveksi HIV baru.
Diskriminasi sering jadi faktor paling penting. Januari 2014, Nigeria menyatakan homoseksualitas sebagai kejahatan. Oleh sebab itu, tak peduli apakah mereka homoseksual atau tidak, banyak orang tidak berani berobat, memeriksakan diri atau bahkan meminta informasi tentang HIV dan AIDS. Demikian keterangan Olumide Femi Makanjuola dari Initiative for Human Rights serta kelompok-kelompok hak asasi lainnya. “Sejak undang-undang disahkan, orang-orang yang datang ke kantor kami berkurang,” demikian dikatakan Makanjuola. Di Uganda situasinya tidak jauh berbeda.
Di Rusia, pengguna obat terlarang dan partner seksual para pengguna menjadi kelompok utama yang tertular HIV. Stigmatisasi dan langkanya program rehabilitasi menjadi masalah utama. “Jika Rusia tidak mengubah cara mereka menangani epidemi AIDS, mereka akan menghadapi situasi lebih serius pada masa depan,” diperingatkan Luiz Loures, kepala program UNAIDS.
Kepala UNAIDS Michel Sidibe memuji Afrika Selatan. Negara itu 10 tahun lalu masih dituduh tidak bersikap terbuka tentang AIDS. Tapi sejak itu, Afrika Selatan telah melakukan tes AIDS dan pengobatan penyakit itu dalam jumlah besar. “Jika semua negara punya dinamika seperti yang kita lihat di Afrika Selatan dalam memerangi HIV-AIDS, saya pikir kita akan bisa mengendalikan epidemi ini sepenuhnya,” pungkasnya.
Sumber : DW (ml/cp (afp, dpa))