Kisah Hijrah Mantan Pencandu Heroin
HIDAYAH dan pertolongan Allah SWT selalu datang kepad hamba-Nya yang membutuhkan.
Ungkapan ini rasanya begitu pas untuk menggambarkan perjalanan hidup seorang pria bernama Sani. Menjalani hidup dari berstatus sebagai mantan pencandu narkoba, tepatnya heroin hingga kini ia rajin berdakwah keliling Indonesia untuk menyiarkan ajaran-ajaran agama Islam.
Kepada Okezone, Sani menceritakan kisah perjalanan hidupnya. Kala itu tahun 1996 hingga 2001 ia mengaku adalah seorang pencandu berat narkoba, tepatnya heroin. Sebagai salah satu pegawai di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta, yang namanya membeli heroin bukanlah hal sulit bagi Sani. Maka tak heran dirinya menjadi pencandu heroin kelas berat.
Tapi akhirnya ada satu titik dalam hidupnya yang membuat ia berpikir bahwa ia tidak bisa terus-terusan menjalani hidup sebagai pencandu obat-obatan terlarang. Di mana ia dihadapkan oleh kematian teman-temannya sesama pencandu, dan juga teguran keras dari mendiang sang Ayah.
“Saya terjerumus di lembah hitam ini awalnya dari 1996 sampai 2001, lima tahun ngobat. Titik poinnya sampai akhirnya semua teman-teman dekat saya meninggal semuanya karena overdosis. Almarhum Ayah juga menegur, “Kalau memang mau hidup begini ya ikutin hati sendiri. Tapi kalau memang mau berhenti,”. Semenjak dari situ saya bertekad untuk bisa keluar dan sembuh dari lembah hitam tersebut,” ungkap Sani kepada Okezone saat diwawancara eksklusif, Rabu (10/7/2019) melalui sambungan telefon.
Sampai akhirnya pada suatu hari, Sani mengalami kejadian yang ia sebut sebagai momen di mana ia diperlihatkan sakaratul maut dirinya. Di suatu malam ia tertidur pulas, dan mengalami mimpi aneh tapi nyata. Tanpa disadari sebetulnya, sang Ibu sudah menangis dan membacakan surat Yasin di samping tempat tidur Sani karena melihat kondisi sang anak.
“Di titik saya hampir lewat itu, ceritanya sebelum berangkat ke Batam. Saya dibayangin sama teman-teman saya yang sudah pada meninggal itu, istilahnya paranoid lah halusinasi juga. Saya ngerasanya saat itu cuma lagi tiduran jam dua pagi terus teman datang dan ngajak ke suatu tempat untuk ikut sama dia, untuk ‘ngobat’ bareng. Saya lawan, nolak dengan pikiran saya bisa kok pakai sendiri di sini,” ungkap Sani.
Sani melanjutkan kemudian dalam mimpi tersebut, dalam penglihatannya saat itu tiba-tiba ia melihat seseorang berperawakan tubuh besar dan tinggi mengenakan jubah dan sorban warna putih, membimbing dirinya ke suatu tempat.
“Lalu saya lihat saya disamperin tuh sama orang tinggi besar pakai jubah dan sorban putih. Dia ngeliatin saja, saya enggak diapa-apain. Saya ikutin jalan dia, pas berhenti dia ngomong “Ini jalan lu, jangan ke sana-sana”. Nah, di sini saya terbangun sadar, mungkin itu ya saya diperlihatkan sakaratul maut saya. Pas bangun, itu ibu saya sudah ngebacain Yasin sambil nangis-nangis. Pas saya bangun lalu Ibu langsung istighfar, saya disuruh baca istighfar juga,” imbuhnya.
Dari kejadian inilah, Sani bertekad untuk sembuh dari jeratan heroin. Kemudian dengan niatan dari dirinya sendiri, ia mencoba untuk melakuka rehabilitasi dengan mendatangi sebuah tempat rehab di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Namun baru satu pekan menjalani rehabilitasi, ia merasa proses rehab yang ia jalani tidak akan ada hasilnya. Sebab selain rehab tersebut gratis sehingga ia merasa perawatan yang dijalani tidak maksimal, faktor masih banyaknya pemakai narkoba yang berada di lingkungan tersebut membuat ia risih dan ragu bisa bertahan.
Di tengah kemelut yang dirasa, Sani mendapatkan pekerjaan di sebuah pabrik baja di Tangerang Selatan. Namun Allah kembali menegur dirinya, ketika tengah bekerja ia mengalami kecelakaan yang membuat dua jari tangan sebelah kirinya kini harus buntung. Namun Sani menilai, momen kecelakaan inilah yang salah satunya berhasil membuat dirinya ada di posisinya sekarang. Sudah dalam keadaan bersih dan menjalani hidup sehat.
“Saya kecelakaan kerja di pabrik itu, dua jari tangan sebelah kiri yang telunjuk dan jari tengah kena mesin. Jari tengah putus dua ruas, telunjuk satu ruas. Dirawat di sebuah rumah sakit internasional di kawasan Bintaro. Tangan dioperasi, itu dokter tahu saya pemakai karena darah saya itu warnanya hitam pekat kayak oli kendaraan. Seember kecil darah itu diperlihatkan ke saya,” lanjutnya.
Melihat kondisi sang pasien yang sangat membutuhkan pertolongan, sang dokter disebutkan Sani menawarkan untuk melakukan rehab dan perawatan obat. Sani kemudian diberi obat yang mengeluarkan racun-racun heroin yang mengendap di darahnya.
“Ditawarin sama dokter, obat yang biar racun-racun dalam tubuh itu bisa mati dan keluarlah. Akhirnya saya rehab di rumah sakit selama dua minggu. Cukup singkat karena obatnya mahal, satu tablet harganya pada tahun itu sudah Rp 500rb, sehari diminum tiga kali. Diminum lewat mulut dan lubang anus, jadi proses minum obatnya saja enggak mudah,” pungkas Sani.
Setelah menjalani perawatan selama dua minggu di rumah sakit, akhirnya Sani keluar dari rumah sakit dengan keadaan sudah dinyatakan bersih oleh dokter dengan catatan ia tidak boleh lagi menggunakan obat-obatan terlarang.
Di sinilah kemudian Sani berjuang untuk menjalani babak hidupnya yang baru, dengan memutuskan untuk mengambil pekerjaan di luar kota dari sebuah perusahaan kontraktor di Pulau Batam. Akhirnya di 2001 tersebut, ia memutuskan pindah dan bekerja di Batam selama tiga tahun, sampai 2004.
Selesai bekerja di Batam pada 2004, Sani kembali ke Jakarta dan di sinilah ia mulai kenal dengan anggota pengajian Jemaah Publik hingga sekarang aktif untuk berdakwah keliling Jawa Barat.
“2004 pindah lagi ke Jakarta, 2004 saya di rumah sempat tidak ada kegiatan. Lalu saya kenal sama Jemaah Publik, di situ saya ikut mulai pengajian, keluar 40 hari dari satu masjid ke masjid lainnya keliling Jawa Barat,” tambah Sani.
Diberi kesempatan hidup dua kali, untuk menata hidupnya yang baru dengan lebih baik. Sani mengaku dirinya sekarang hanya bisa banyak bersyukur dan mengucap istighfar kepada Allah SWT atas semua karunia yang ia dapat.
“Kalau saya lihat lagi ke belakang, kecelakaan jari buntung ini banyak hikmahnya. Ini karena saya melawan sama Ibu yang sibuk melarang saya bergaul dengan teman-teman pencandu, waktu itu kan masih ngobat jadi enggak sadar kalau ngelawan. Sampai akhirnya dikasih teguran, tapi saya dikasih hidup baru. Bersyukur saja sama Allah, dikasih kesempatan hidup dua kali, bahkan kesempatan untuk membangun keluarga, Insya Allah Agustus 2019 ini saya akan melangsungkan pernikahan,” tutup Sani.
Sumber : Pradita Ananda, Jurnalis (okezone)