Kondom Bukan Alat Pencegah Penularan HIV-AIDS
Penilaian masyarakat bahwa kondom efektif untuk mencegah penularan penyakit kelamin, terutama penyebaran HIV-AIDS, perlu diluruskan. Karena, berdasarkan penelitian, kondom hanya efektif 44-76 persen, saja.
Seksolog dr. Boyke Dian Nugraha mengatakan, penyakit kelamin dibagi menjadi dua bagian, yakni penyakit kelamin yang di sebabkan oleh bakteri seperti penyakit gonere, sifilis, klamidia dan penyakit kelamin atas virus seperti virus herpes dan HIV-AIDS. Khusus untuk yang di sebabkan virus ini, kondom tidak sepenuhnya dapat pengatasi penyebarannya, terutama HIV-AIDS.
Sebab, lanjut Boyke, masih terjadi kontroversi diantara peneliti-peneliti, alasannya dikarenakan kondom berpori-pori, dan ukuran pori-pori kondom lebih besar dari virus namun lebih kecil dari bakteri.
Kondom Bukan Alat Pencegah Penularan HIV-AIDS
“Keberhasilannya kondom dalam melindungi manusia dari infeksi HIV-AIDS, menurut Prof. Mann dari Amerika Serikat hanya sekitar 44 sampai dengan 76 persen saja,” kata Dr. Boyke.
Menurutnya, pencegahan penularan virus HIV-AIDS, tidak hanya melalui kondom saja. Melainkan, terdapat tahapan dalam pencegahannya atau yang lebih dikenal dengan sebutan ABCDE, yakni Abstinensia, Be Faithfull, Condom, Do Not Inject dan Edukasi. Abstinensia merupakan pencegahan tidak melakukan hubungan seks, Be Faith Full atau menjaga keimanan tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah atau setia kepada pasangan.
C adalah penggunaan condom, D adalah do not inject atau tidak menggunakan jarum suntik jenis narkoba putau/shabu-shabu yang menyebabkan penularan HIV-AIDS melalui darah dan E adalah edukasi kepada masyarakat bahwa terdapat cara-cara pencegahan virus HIV-AIDS. “Ini sudah dilakukan oleh pemerintah karena itu rekomendasi dari WHO,” ujarnya.
Namun, sesalnya, fakta dilapangan, pemerintah setengah hati dalam mensosialisasikan pencegahan virus HIV-AIDS kepada masyarakat bahwa mereka mencari jalan pintas dengan hanya mensosialisasikan kondom seperti membagi-bagikan kondom dan lainnya. Padahal, pencegahan HIV-AIDS tidak seperti itu. “Petugas kesehatan pengennya yang gampang, makanya langsung ke C (kondom) melupakan urutannya,” sesalnya.
Dia menyarankan, masyarakat harus jeli dalam memilih kondom yang ia akan gunakan apabila memang terpaksa melakukan hubungi intim dengan tidak sama pasangannya. Namun, ia menegaskan, lebih baik mencegah daripada mengobati. “Sebelum membeli kondom, harus di cek dulu kadaluarsanya, kemasannya bagus atau sudah rusak. Dan yang terpenting jangan karena lihat harga kondom dari murahnya, tapi tidak dilihat kualitasnya,” himbaunya.
Sementara itu, Psikolog seks, Zoya Amirin, M.Psi, mengatakan, kondom memang tidak menjamin 100 persen aman dari HIV-AIDS. Artinya, kondom alat kontrasepsi yang relatif paling mampu mencegah tertular infeksi menular seksual dan HIV juga kehamilan yang tidak diinginkan dibanding kontrasepsi lain seperti pil KB, IUD, suntik dan lainnya. Disisi lain, jelasnya, tidak 100 persen aman dalam konteks salah pakai kondom. “Buru-buru terbalik masang kondomnya, belum ereksi sepenuhnya dipakai sehingga kondom longgar,” kata Zoya Amirin.
Perempuan cantik ini mencontohkan, untuk kondom yang sangat tipis dan berkualitas rendaj, itu mudah robek terkena kuku atau pada penyakit menular seksual yang tingkat infeksinya sudah akut misalnya siphilis akut atau STI (sexual transmitted infections) lainnya yang akut. Demikian juga dengan sudah AIDS (HIV positif yang akut menjadi AIDS). “Dengan kemungkinan tidak aman 1-2 persen seperti konteks yang saya sebutkan diatas, tetap kondom paling aman mencegah STI dan HIV sekaligus kehamilan yang tidak diinginkan dibanding kontrasepsi lainnya,” tegasnya.
(www.harianterbit.com)