Peneliti Klaim Virus Corona dan HIV Punya Cara yang Sama Menghindari Pertahanan Imun Tubuh
Peneliti Tiongkok mengklaim telah menemukan fakta baru. Fakta baru yang diklaim peneliti Tiongkok yakni virus corona dan HIV memiliki cara yang sama untuk menghindari pertahanan imun tubuh.
Para ilmuwan Tiongkok melakukan sebuah studi baru terkait Covid-19. Berdasarkan sebuah studi baru itu, menemukan bahwa covid-19, menggunakan strategi yang sama untuk menghindari serangan dari sistem kekebalan tubuh manusia seperti HIV.
Peneliti menuliskan bahwa kedua virus tersebut menghilangkan molekul penanda pada permukaan sel yang terinfeksi, seperti yang dilansir dari laman Pikiran Rakyat yang mengutip SCMP, dalam makalah non-peer review yang diunggah di situs pracetak bioRxiv.org pada Minggu, 24 Mei 2020 yang lalu.
Hal tersebut mengakibatkan sistem imun manusia sulit mengidentifikasi infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Mereka memperingatkan bahwa kesamaan ini dapat berarti bahwa SARS-CoV-2 kemungkinan akan ada untuk beberapa waktu, seperti HIV.
Ahli virologi Zhang Hui dan tim dari Universitas Sun Yat-sen di Guangzhou mengatakan penemuan mereka itu menambah bobot pada pengamatan klinis bahwa SARS-CoV-2 menunjukkan beberapa karakteristik virus yang menyebabkan infeksi kronis.
Dalam penelitian yang dilakukan mereka melibatkan pengumpulan sel T pembunuh dari lima pasien yang baru pulih dari COVID-19. Sel-sel kekebalan itu dihasilkan oleh orang-orang yang sebelumnya telah terinfeksi SARS-CoV-2, tugas mereka adalah menemukan dan menghancurkan virus.
Namun, sel T pembunuh yang digunakan dalam penelitian itu tidak efektif menghilangkan virus dalam sel yang terinfeksi. Ketika pada ilmuwan mengamati lebih dekat, mereka menemukan bahwa sebuah molekul yang dikenal sebagai kompleks histokompatibilitas utama, atau MHC, telah hilang.
Melokul tersebut merupakan sebuah tanda identifikasi yang biasanya ada dalam membran sel sehat atau dalam sel sakit yang terinfeksi oleh virus corona lain seperti sindrom pernapasan akut (SARS).
Namun, infeksi membuatnya berubah, mengingatkan sistem kekebalan apakah sel itu sehat atau terinfeksi oleh virus. HIV juga memiliki sifat atau strategi yang sama dimana molekul MHC juga tidak ada dalam sel yang terinfeksi virus.
“Sebaliknya, SARS tidak menggunakan fungsi ini,” kata Zhang.
Peneliti mengungkapkan bahwa virus corona menghilangkan tanda-tanda itu dengan menghasilkan protein yang dikenal sebagai ORF8, yang mengikat dengan molekul MHC, kemudian menariknya ke dalam sel yang terinfeksi dan menghancurkannya.
ORF8 ini diketahui memainkan peran penting dalam replikasi virus, dan sebagian besar alat tes komersial menargetkan gen ini untuk mendeteksi viral load dalam swab test. Sementara obat yang digunakan untuk mengobati pasien COVID-19 terutama enzim yang ditargetkan atau protein struktural yang diperlukan untuk replikasi virus.
Zhang dan timnya menyarankan senyawa dikembangkan secara khusus menargetkan penurunan MHC oleh ORF8, dan karenanya meningkatkan pengawasan kekebalan untuk Sars-CoV-2 infeksi. Sebelumnya sebuah studi telah menemukan spike protein dari virus corona yang memiliki struktur yang memungkinkannya memasuki banyak jenis sel manusia dan mengikatnya.
Struktur yang sama juga ditemukan pada HIV, namun tidak pada virus corona lain yang ditemukan pada hewan seperti kelelawar dan trenggiling.
Pada studi lain yang dilakukan oleh para peneliti di New York, Amerika Serikat dan Shanghai juga menemukan bahwa SARS-CoV-2 dapat membunuh sel T. Penemuan ini terjadi setelah otopsi di Tiongkok menemukan kerusakan sistem kekebalan tubuh yang mirip dengan yang disebabkan oleh AIDS.
Seorang peneliti utama dari Pusat Klinik Kesehatan Masyarakat Shanghai di Universitas Fudan, Zhang Shuye mengatakan temuan penelitian Guangzhou, Tiongkok tidak sepenuhnya mengejutkan dan virus yang tidak terkait dapat mengambil sifat yang sama karena mereka berada di bawah tekanan selektif yang sama.
Zhang mencatat bahwa virus corona baru ini tidak membajak sel T dan mengubahnya menjadi alat untuk berproduksi, seperti yang dilakukan oleh HIV. Ia menambahkan bahwa virus baru bermutasi pada kecepatan yang jauh lebih lambat dan tingkat kematian yang jauh lebih rendah dibandingkan AIDS.
“Apa yang perlu kita ingat melalui pandemi ini adalah bahwa, walaupun virus mungkin memiliki beberapa sifat yang baru atau tidak terduga, sebagian besar pasien pulih. Ini seharusnya memberi kita kepercayaan diri,” kata Zhang.
Sumber : PikiranRakyat