Perawat Ungkap Kisah Pilu Rawat Pasien Corona
Salah satu inspirasi dari Raden Adjeng Kartini adalah keinginannya membantu sesama agar lebih maju khususnya para wanita. Berkaitan dengan Hari Kartini yang lalu, kami mengangkat kisah para tenaga medis yang setiap hari berjibaku dengan pasien Corona. Seperti Kartini, mereka juga membantu sesama tanpa mengenal lelah.
Salah satu tenaga medis yang meneruskan semangat Kartini itu adalah perawat di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso ini. Anitha demikian namanya, setiap harinya bertugas di ruangan Intensive Care Unit (ICU) merawat pasien COVID-19 yang membutuhkan alat bantu nafas seperti ventilator.
“Awalnya aku agak deg-degan juga. Aku agak takut karena meihat di Wuhan banyak sekali yang meninggal dan teman-teman perawat yang meninggal. Tapi aku mikir juga penyakit ini kan new emerging. Di RS aku sudah terbiasa merawat pasien seperti ini MERS-COV SARS dan kami sudah terbiasa merawat. Dan kita sudah tahu prosedur seperti apa kalau menerima pasien seperti itu,” tutur Anitha saat dihubungi oleh lewat telepon.
Perawat 41 tahun itu mengatakan setiap harinya dia berhadapan dengan keadaan pasien COVID-19 yang beragam. Ada pasien yang masih tampak sehat saat baru masuk rumah sakit, ada juga yang sudah dalam kondisi drop.
“Pasien yang kadar oksigen dalam tubuhnya sudah rendah, dokternya akan melakukan intubasi. Pasien tersebut akan menggunakan ventilator, di situlah kita benar-benar memantau bagaimana kadar oksigennya apakah mencukupi atau tidak? Jadi kita mempertahankan kondisi pasien sebaik mungkin agar tidak memburuk,” jelasnya.
Anitha pun mengungkapkan bagaimana pilunya dia saat melihat pasien yang harus memakai ventilator atau alat bantu pernapasan. Pasalnya kondisi pasien tersebut bisa tiba-tiba drop.
Ia mengatakan kondisi pasien COVID-19 yang memprihatinkan ketika sudah dipasang ventilator atau mesib yang berfungsi untuk membantu pernapasan.
“Pasien kalau sudah dipasang ventilator sedih banget melihatnya. Apalagi kalau awal masuk ke ICU biasanya masih sadar dan bisa diajak ngobrol.Ada yang ketika sudah diintubasi kondisinya langsung drop itu sedih sekali rasanya. Nggak kebayang! Apalagi yang kondisinya awalnya sadar. Kalau kondisi terburuknya dia mengalami gagal nafas akut, itu harus dilakukan intubasi. Tapi kalau nggak membutuhkan intubasi, ya kita tidak melakukan tindakan itu,” ucapnya sambil menghela nafas.
Anitha juga menggambarkan bagaimana ruangan isolasi khusus pasien Corona. Dijelskannya, di dalam ruangan tersebut hanya boleh ada satu pasien dan satu perawat.
“Ruangan isolasi itu kita nggak gabung dengan pasien lain. Berlaku untuk ruangan ICU juga. Jadi ketika kita sudah masuk di kamar itu ya kita stay terus nggak pindah-pindah ke ruangan pasien yang lain. Kalau kita mau pindah ke pasien lain harus ganti APD-nya semua. Dan namanya virus cepat sekali. Yang awalnya pasiennya negatif, kalau kita nggak melakukan prosedur yang standar ya kita bisa menularkan ke orang lain. Sebelum ke pasien lain harus ganti APD,” ujarnya menjelaskan.
Bekerja berhadapan dengan pasien Corona setiap harinya, Anitha memilih tak pulang ke rumahnya yang berada di Bekasi. Dia melakukan isolasi mandiri di hotel yang telah disiapkan oleh pemerintah.
Setiap hari berjibaku merawat pasien Corona, Anitha pun menyampaikan pesan kepada sesama rekan tim medis. Menurutnya jika memang tim medis tersebut merasa tidak fit, jangan memaksakan diri untuk bekerja.
“Karena beberapa dari mereka yang masih memaksakan diri akhirnya mereka terjangkit dan ada yang diisolasi dan dirawat. Malah ada yang di ICU saat ini. Sedih banget melihatnya, Kalau lagi drop sebaiknya istirahat karena virus itu rentan kalau imun kita menurun. Pulang ke rumah atau hotel untuk istirahat. ” ujarnya.
Sumber : Detik.com