Saya ODHA tetapi Masih Sehat
Ternyata sudah relatif cukup lama sejak terakhir Saya upload tulisan di sini, karena kesibukan Saya bekerja dan belum ada inspirasi jadi sekian lama itu Saya belum bisa menulis. Sebenarnya jadi beban tersendiri untuk menulis sesuatu yang bermutu mengingat pada akun ini Saya selalu menulis dengan tema HIV di samping Saya sebenarnya bukan penulis professional. Baiklah karena Saya sebenarnya belum ada inspirasi tertentu, mungkin Saya akan menceritakan kabar Saya sendiri.
Tahun ini, Saya sudah genap berusia 28 tahun dan memasuki 2 (dua) tahun terapi ARV. I’m survive, I’m still alive. Ngga ada keluhan berarti walau berat badan Saya masih di bawah rata-rata ideal alias jadi terlihat lebih kurus semenjak sakit ketika penyesuaian ARV dulu. Intinya adalah hingga saat ini Saya masih sehat, masih bisa beraktifitas normal seperti orang lain dan tidak tampak seperti orang sakit.
Saya cukup lega karena beberapa waktu lalu kakak perempuan Saya akhirnya menikah juga, kakak ipar Saya ini bekerja sebagai pegawai negeri di bidang kesehatan. Dokter bukan? Rahasia donk, yang pasti bukan mantri ya. Suatu ketika saat hari ulang tahun Saya, kakak ipar Saya memberi ucapan selamat dengan berkata, “Selamat Ulang Tahun ya, bertambah usia tetap optimis!” Walah, jangan-jangan kakak Saya memberi tahu suaminya kalau Saya… seorang ODHA?! Whatever-lah Saya ngga masalah kalaupun seluruh dunia tahu tentang status Saya, justru Saya merasa salut, seandainya dia tahu status Saya tetapi dia tetap mau menikah dengan kakak Saya yang mempunyai adik kandung seorang pengidap HIV.
Kalau saya pengidap HIV so what?! Ya kan kalau orang yang tidak tahu menahu soal HIV dan penyebarannya bisa-bisa memilih untuk mundur teratur atau bahkan ekstremnya bisa mendiskriminasikan ODHA maupun keluarganya. Tetapi ngga lho, dia sangat welcome dan selalu bertanya mengenai kesehatan Saya meski Saya pura-pura ngga tahu maksud pertanyaan dia itu apa. Happy weeding sekali lagi ya, bahagia selalu, cepat dapat momongan ya…
Lalu bagaimana dengan Saya? Sampai saat ini Saya lebih memilih untuk tidak atau belum menikah, atau mungkin tepatnya tidak mau terbebani dengan persoalan pernikahan. Selain kesibukan Saya sebagai seorang pekerja, beberapa waktu yang lalu Saya akhirnya memutuskan untuk mengadopsi anak…. Anak?? Ya anak… anak anjing sih, so what?! Anjing itu setia kog, pinter, bisa diajak ngomong lagi, harapannya dia akan mempertahankan Saya supaya tidak tergoda kembali lagi ke ibukota untuk bekerja di sana. Ada yang salah dengan ibukota? Ngga juga, yang salah itu pergaulan Saya. Kalau masa hidup anjing bisa sekitar 15 atau 20 tahun yaa pas lah dia bisa menemani kesendirian Saya. Apalagi ya, deposito untuk biaya kuliah adik Saya juga sudah walau tidak seberapa jumlahnya. Jadi esensinya belakangan ini Saya cukup lega.
Apakah selama ini Saya sering merasa kesepian dalam kesendirian Saya? Tentu saja, Saya juga manusia biasa lho bukan Superman, Batman atau Wonder Women. Banyak teman-teman seusia Saya yang sudah berkeluarga, punya anak dan sebagainya. Jujur ya Saya kepengen seperti mereka, tapi mungkin jalan hidup orang berbeda-beda dan inilah jalan hidup Saya. Dinikmati saja.
Terus bagaimana Saya berjuang mengatasi kesepian Saya? Menyibukkan diri dengan hal-hal positif, bekerja, melakukan hobby-hobby Saya. –Apa itu? Nonton film, mainan sama anjing, makan kue cokelat, minum jus tanpa susu, beli perhiasan emas (baca : investasi) dan banyak lainnya yang penting Saya senang.
Apakah pihak keluarga dan kerabat tidak bertanya kapan Saya akan menikah? Kalau saudara yang ngga kenal ya pasti nanya-nanya kepo, tapi kalau keluarga yang tahu status Saya ya ngga pernah nanya. Kalau teman-teman juga banyak yang nanya, tapi Saya biasa aja sih. Saya yang ngga nikah ngapain mereka repot, emang kalau Saya nikah mereka mau gitu kasih biaya untuk pernikahan Saya?! Cuek aja.
Apakah Saya pernah merasa lelah minum ARV setiap hari? Sering, tapi kan itu buat kebaikan Saya sendiri. Sudah jadi resiko dan keputusan Saya dari awal untuk berkomitmen seumur hidup untuk minum ARV.
Pernah lupa ngga minum ARV? Lupa sih ngga, hampir lupa iya. Dulu waktu awal terapi Saya pakai alarm biar ngga lupa, tapi karena sudah terbiasa jadi alarm-nya Saya hapus. Tapi namanya juga manusia biasa yang punya banyak aktifitas pernah juga hampir lupa minum ARV. Daripada spekulasi begitu mendingan sih saran Saya pakai alarm ya buat teman-teman ODHA supaya ngga lupa minum ARV.
Apakah ARV sampai saat ini masih gratis? Masih kog, Saya pakai BPJS juga biar ke rumah sakitnya ngga bayar. Bukan promosi ya, habis emang ada gitu asuransi yang cover penyakit HIV-Aids selain BPJS Kesehatan? Jadi setelah investasi asuransi Saya berakhir, Saya ngga mau lagi ikut asuransi kecuali BPJS Kesehatan dan tabungan berencana aja karena Saya suka boros.
Dulu Saya pernah mengeluhkan pelayanan tim medis sebagai seorang ODHA, bagaimana perkembangannya sekarang? Dari beberapa waktu yang lalu Saya memindahkan pengobatan Saya ke kota sebelah, emang sih agak ribet prosesnya, tapi di rumah sakit yang baru ini pelayanannya luar biasa. Luar biasa keren baik banget. Rumah sakit negeri bersih banget, fasilitasnya lengkap, bisa cek CD4 gratis (katanya), pelayanannya friendly, tempatnya cozy. Keren deh.
Apa setiap bulan musti ke rumah sakit untuk periksa ke dokter dan ambil ARV? Ngga juga sih, kadang kalau Saya ngga sempet biasanya Saya nitip ke pendamping untuk ambil obatnya. Minimal per tiga bulan Saya musti ambil sendiri obatnya sekaligus periksa ke dokter, jadi ngga terlalu ganggu kerjaan Saya.
Pernah berharap sembuh dari HIV ngga? Ngga pernah, jujur walau Saya sering lelah dengan hidup Saya tapi Saya ngga berharap sembuh. Karena ya, dari awal sudah menerima kenyataan dan menikmati hal ini aja.
Apa harapan Saya untuk dunia kedokteran dalam kaitannya penanganan kasus HIV? Saya sih secara pribadi ngga paham soal dunia kedokteran, tapi seandainya ada vaksin untuk HIV keren kali ya. Jadi penyebarannya bisa semakin ditekan. Selain itu kalau ada ARV suntik sebulan sekali juga keren tuh, jadi ngga perlu capek-capek minum obat setiap hari hehehe.
Masih punya cita-cita untuk mendirikan LSM untuk kaum ODHA? Masih donk. Issue ODHA, HIV-Aids bukan hanya soal hitung-hitungan peningkatan jumlah penderitanya, tapi bagaimana kepedulian kita untuk mereka yang menderita HIV, dari soal psikis, ekonomi, sosial ODHA. Mereka juga manusia dan sama sekali tidak punya cita-cita untuk terpapar HIV. Ya mungkin ngga perlu seformal LSM yang mungkin harus punya akta yayasan atau apalah itu, yang penting tujuan Saya baik untuk mencurahkan hati, tenaga, pikiran dan tindakan bagi kaum ODHA serta penanggulangan penularan HIV.
Apalagi ya, nanya sendiri jawab sendiri, ya sudahlah cukup sekian dulu tulisan Saya. Terimakasih sudah berkenan membaca, semoga bisa diambil nilai positifnya. Doakan Saya selalu sehat ya…
Dari Saya Seorang ODHA tetapi Masih Sehat
(kompasiana)