Separuh Orang dengan HIV di Dunia Tak Tahu Status Infeksinya
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mengingatkan hampir separuh orang dengan HIV (ODH) di dunia tidak mengetahui status infeksi mereka, dan menyerukan perluasan akses hingga tes mandiri di rumah.
Organisasi di bawah naungan PBB tersebut mengatakan sebesar 40 persen dari sekitar 14 juta dari ODH di seluruh dunia tidak menyadari status infeksi mereka. Hal ini berdasarkan estimasi pada 2015.
Namun terjadi perbaikan besar dibanding kondisi satu dekade silam di mana hanya 12 persen orang yang sadar mereka telah terinfeksi virus yang menyerang kekebalan tubuh tersebut.
Tapi terhambatnya pemeriksaan secara kontinu masih menjadi halangan utama pelaksanaan seluruh rekomendasi WHO, yaitu semua ODH mesti mendapatkan terapi anti-retroviral (anti-retroviral therapy/ART).
Saat ini, lebih dari 80 persen orang yang terdiagnosa HIV telah mendapatkan ART. Namun jumlah ini masih kurang dari separuh 36,7 juta orang yang diyakini hidup dengan virus tersebut.
“Dunia masih memiliki kesenjangan perlakuan yang besar,” kata Gottfried Hirnschall, kepala departemen HIV WHO, pada Selasa (29/11) di Geneva, dilansir AFP.
“Sebenarnya banyak orang terlambat mendapat perawatan karena mereka tidak menyadari dirinya HIV positif,” ia menambahkan.
Menurut Kepala WHO Margaret Chan, inisiatif membuat perlengkapan uji HIV di rumah menjadi tawaran solusi mudah yang mampu membuat perubahan dramatis.
“Uji HIV mandiri dapat membuka pintu bagi lebih banyak orang untuk mengetahui status HIV mereka dan menemukan bagaimana mendapatkan perawatan dan akses pelayanan pencegahan penyakit,” kata Chan.
Peralatan ini lebih memungkinkan masyarakat menguji status HIV mereka secara lebih privasi di rumah. Alat ini menggunakan cairan air liur atau darah dari jari untuk memastikan status mereka selama sekitar 20 menit.
Di sisi lain, pengujian baru yang lebih cepat sedang dikembangkan.
Uji Mandiri
WHO mendesak seluruh orang dengan HIV positif melakukan pengujian kembali di klinik kesehatan sebagai tempat yang menyediakan informasi penyakit, konseling dan rujukan cepat dalam layanan pencegahan, pengobatan dan perawatan.
Pengujian mandiri telah menunjukkan peningkatan minat tes HIV pada kelompok seks sesama laki-laki (LSL), dan studi terbaru di Kenya menemukan laki-laki, yang pasangan wanitanya hamil, dua kali lebih berinisiatif diuji bila dilakukan secara mandiri.
Sebanyak 23 negara saat ini memiliki kebijakan nasional mendorong pengujian mandiri HIV. Sementara beberapa negara lain masih dalam proses pengembangan kebijakan.
Namun PBB memperingatkan banyak pihak di dunia yang mendapatkan akses terbatas untuk uji HIV.
Dan di negara dengan akses mudah seperti Amerika Serikat, alat pengujian ini terbilang mahal. Satu unit alat penguji ini seharga $40 atau Rp542 ribu.
“Kami ingin benar-benar memastikan alat tersebut idealnya gratis,” kara Rachel Baggaley dari unit pencegahan WHO.
WHO mengatakan uji mandiri adalah proyek pendukung di negara selatan Afrika seperti Malawi, Zimbabwe dan Zambia. Pemberlakuan pengadaan uji tersebut membuat negara lain tertarik, dan agaknya juga diperlukan di wilayah lain.
Menurut laporan Uni Eropa dan WHO, satu dari tujuh orang dengan HIV di Eropa juga tidak menyadari status mereka. Data tersebut berasal dari 2015 yang tercatat sebagai tahun rekor HIV di kawasan tersebut.
WHO mengatakan, Eropa mencatat 153.407 kasus baru, naik dari 142 ribu pada 2014. Lompatan ini dikarenakan kasus di Rusia dan para imigran yang mendapatkan virus setelah tiba dari luar negeri.
Hirnschall mengakui bahwa rasio infeksi baru HIV secara global berhenti menurun dalam beberapa tahun terakhir dan stagnan pada angka 2,1 juta kasus baru per tahun.
Ia berharap peningkatkan jenis pengujian dapat mengubah tren tersebut.
Sumber : CNN Indonesia (vga/vga)