HOT NewsSay No To Drugs

Terapi-terapi untuk Pengobatan Kecanduan Narkoba

Mengobati kecanduan narkoba memang bukan perkara mudah. Saking beratnya, pecandu bahkan bisa kembali lagi terjerat narkoba meski sudah menjalani terapi. Berbagai terapi pun banyak ditawarkan untuk menghilangkan kebiasaan mengonsumsi barang-barang adiktif tersebut.

Jika memang benar-benar ingin sembuh, pecandu terlebih dahulu harus menguatkan tekad dan tentu saja meninggalkan lingkungan lamanya. Namun terkadang tekad yang kuat saja tidak cukup untuk bisa terbebas dari jeratan candu narkoba.

Kebanyakan pecandu membutuhkan bantuan terapi untuk bisa menghilangkan efek obat-obatan terlarang yang telah terlanjur merusak sistem di otaknya.

“Terapi-terapi ada bermacam-macam, ada yang dari medis, non medis dan spiritual,” jelas dr Iskandar Hukom, Sekretaris Jenderal Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB), saat dihubungi detikHealth.

Masyarakat umumnya mengenal rehabilitasi sebagai terapi untuk pengobatan kecanduan narkoba. Namun dr Iskandar mengatakan tidak semua pecandu bisa efektif menghentikan kebiasaannya hanya dengan masuk panti rehabilitasi dan dirawat inap.

Terkadang masuk panti rehabilitasi justru dapat membawa dampak buruk bagi pecandu, terutama yang menggunakan narkoba hanya sebagai social user (karena alasan bersosialisasi).

“Tidak semua pecandu harus direhab, karena rehabilitasi identik dengan rawat inap. Bisa saja berobat dengan rawat jalan asal dengan aturan yang ketat. Terkadang yang rawat inap malah berdampak negatif, apalagi untuk social user karena yang biasanya dimasukkan rehab kan hardcore, bisa-bisa dia malah terkontaminasi,” lanjut dr Iskandar.

Jadi menurut dr Iskandar, sebelum memasukkan pecandu ke panti rehabilitasi, perlu dilakukan assessment yang berulang-ulang dan tidak bisa dipukul rata untuk semua pecandu.

Menurut dr Iskandar, ada beberapa terapi narkoba yang ditawarkan di Indonesia, antara lain:

1. Terapi medis
Terapi medis biasanya dilakukan dengan memberikan pasien obat-obatan yang dapat menurunkan efek sakaw pada pecandu, ditambah dengan psikoterapi dan konseling suportif.

 

2. Terapi non medis atau spiritual
“Ada yang namanya program 12 langkah. Program ini dikenalnya di Amerika pada tahun 50-an saat banyak orang yang kecanduan narkoba, alkohol, rokok, judi, pornografi. Di setiap langkah si pecandu diajak tahan dan setiap langkah juga dievakuasi terus oleh mentor. Setelah ke-12 langkahnya selesai, nanti akan diulang lagi dari awal,” jelas dr Iskandar.

Selain terapi program 12 langkah, ada juga komunitas terapi (therapy community). Terapi ini juga diperkenalkan di Amerika pada tahun 60 atau 70-an, saat banyak penjara-penjara kasus pecandu yang menyatukan antara pecandu dan bandar.

“Pecandu dan bandar itu tidak bisa disatukan, karena bisa-bisa si pecandu malah makin terkontaminasi,” jelas dr Iskandar.

Prinsip terapi ini adalah ‘dari kita untuk kita’. Jadi dalam sebuah terapi, pecandu akan membuat aturannya sendiri yang kemudian akan diterapkan oleh pecandu-pecandu lainnya. Kemudian perkembangan pecandu akan dipantau dari rekap center.

“Ini yang paling banyak diterapkan. Tapi biasanya masing panti-panti akan menggunakan terapi yang dimodifikasi,” lanjut dr Iskandar.

 

3. Terapi alternatif
Selain terapi medis dan non medis atau spiritual, ada pula terapi alternatif. Contohnya terapi rebus pasien yang terdapat di Purbalingga, Jawa Tengah.

Terapi ketergantungan narkoba yang dilakukan Ahmad Ichsan Maulana atau Ustadz Ichsan (38) terbilang ekstrim dan unik. Terapi dilakukan dengan merebus pasien di dalam drum di atas kompor yang menyala.

Cara yang dilakukan pengelola Yayasan Pendidikan Islam Nurul Ichsan Al-Islami Syifa Ar-Ridlo di Dukuh Legoksari, Desa Karangsari, Kecamatan Kalimanah, Purbalingga, Jawa Tengah ini dilakukan seperti orang merebus jagung, kacang atau ketela. Bedanya drum terapi ini tak ditutup, melainkan dibiarkan terbuka.

Ustadz yang dijuluki Kyai Godog ini mula-mula memanasi air di dalam drum setinggi dada. Begitu air sudah mendidih, air akan diberi ramuan-ramuan dan ragi tempe. Kemudian air dicampur air tawassul.

Untuk meyakinkan pasien, ustdaz dan istrinya akan memberi contoh berendam secara bergantian di dalam drum. Setelah pasien merasa mantap selanjutnya giliran pasien nyemplung.

Selama proses perebusan, yakni 30 menit, si pasien akan duduk di kursi kecil. Sang Kyai meminta tetap tenang atau tidak takut. Tak jauh dari drum ada televisi yang dinyalakan untuk ditonton oleh si pasien selama direbus. Tujuannya agar pasien merasa enjoy berendam. Justru ketika merasa panik, air yang sudah mendapat perlakuan khusus semacam didoakan itu terasa panas.

Menurut ustadz yang dijuluki Kyai Godog, air yang panas itu terasa hangat oleh pasien. Cara merebus kata sang kyai merupakan upaya untuk mengeluarkan toksin atau racun dari tubuh pasien.

Menurutnya pasien yang mengalami ketergantungan ekstasi dan dextro akan direbus empat hingga lima kali. Untuk pecandu sabu-sabu bisa direbus hingga delapan kali. Yang paling berat adalah pecandu heroin karena akan direndam hingga 15 kali.

(DetikHealth)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *